Sobat Budaya Jakarta | Kebudayaan dalam Politik
630
post-template-default,single,single-post,postid-630,single-format-standard,ajax_updown_fade,page_not_loaded,,large,shadow3,wpb-js-composer js-comp-ver-4.5,vc_responsive,elementor-default,elementor-kit-694

Blog

Kebudayaan dalam Politik

13 Apr 2015, oleh jakarta di artikel, Opini Budaya

Oleh Chairul Amin

Bahwa kebudayaan, yang pada titik ini di pra-anggapkan sebagai serangkaian benda atau karya artistik, intelektual, dan bahkan spiritual. Semua itu tepatnya adalah produk kebudayaan, yang merupakan simbol dari sebuah “kebudayaan” yang sesungguhnya memiliki makna, atau bahkan abstrak, layaknya norma, moralitas/etika, dan estetika. Semua hal itulah yg melahirkan ilmu, sains/ilmu, tradisi atau bahkan adab (kerukunan, kesopanan, gaya hidup, seni, juga tata pemerintahan).
Disitulah posisi kebudayaan dalam kerja hidup kita sehari-hari. Bahwa perannya sangat penting memberi bobot kualitas baik biologis, intelektual maupun spiritual, melalui fungsinya dalam memberi makna bagi setiap produk kebudayaan yang dihasilkan.
Maka, dapat kita bayangkan bersama, bila seluruh penyelenggaraan negara, misalnya, tidak memiliki-bahkan sekadar memahami-fundamen atau basis kebudayaan didalam proses kerja tersebut, tidak ada budaya dalam sistem kerja kita (politik, ekonomi, akademik, agama, dan pemerintahan). Maka semua produk yang dihasilkan oleh semua kerja itu menjadi nirmakna, seakan merasakan kesia-siaan dalam hidup.

Siapapun pemimpin yang tidak mengenali kebudayaannya sendiri, tidak akan memiliki kemampuan mengenali dan memahami rakyat yang dipimpinnya; karakternya, kecenderungan, harapan atau mimpi, daya kerja bahkan potensinya.
Untuk itulah, seorang pemimpin haruslah memiliki kualitas sebagai budayawan, atau paling tidak, mau menghargai budayanya sendiri. Karena sehebat apapun pemimpin, bila ia tidak mengenali rakyatnya melalui kebudayaan yang dihidupi dan menghidupinya, sesungguhnya ia tidak berhak menjadi pemimpin.

(Dikutip dari isi buku “Kebudayaan dalam Politik, karya Radhar Panca Dahana” yang baru saja saya beli, dengan sedikit revisi)

Untuk kota saya tercinta yang (mungkin saja) sedang mengalami problem budaya dan politik.

  • WordPress
  • Google Plus
  • Facebook

Silakan komentar